Featured Posts

Successful EntrepreneursSuccessful Entrepreneurs Regardless of your definition of success, there are, oddly enough, a great number of common characteristics that are shared by successful...

Readmore

Young EntrepreneurYoung Entrepreneur I write Entrepreneur.com ‘s Young Entrepreneur column because I believe there are far too few resources directly addressing the ...

Readmore

Keys To SuccessKeys To Success Success is everybody’s dream. But what is the key to success? How can you be successful? In my post about defining successful people, I wrote that ...

Readmore

10 Point Ethics Checklist10 Point Ethics Checklist I personally believe that it firmly supports the role of Ethics in a person's long term business success. Read my post on The Speed of Trust - Personal Ethics for a ...

Readmore

Defining EntrepreneurshipDefining Entrepreneurship There has been a great deal of attention paid to the subject of entrepreneurship over the past few years, stemming primarily from the discovery by ...

Readmore

Jalan Braga, Hidup Segan Mati Tak Mau

Jalan Braga di pusat Kota Bandung, Jawa Barat, pernah dianalogikan dengan catwalk, papan tempat para model berlenggak-lenggok. Dulu, jalan itu memang trendsetter. Mau melihat pakaian yang sedang tren, lihatlah sandang yang dikenakan kaum muda yang hilir-mudik di Jl Braga. Tapi, semua itu seolah tinggal kenangan.
Saat ini, Braga seperti hidup segan, mati tak mau. Toko-tokonya masih buka, tapi dalam kondisi sekarat. Siang hari di Braga kini lengang. Jangankan warga Bandung, warga Jakarta yang setiap akhir pekan berbondong-bondong ke Parijs Van Java, seolah tak melirik Braga kendati lokasinya tak jauh dari Alun-alun kota Bandung ini.
Pekan lalu, Republika mendatangi beberapa toko di Jl Braga. Saat itu pukul 11.00 WIB, saat yang seharusnya sedang ramai. Tapi, toko-toko di sana malah menutup pintu. Di sebuah toko di Jl Braga No 88, Republika mencoba memencet bel yang berada di samping rolling door. Tak lama kemudian, terdengar langkah bergegas pemilik toko. Sedikit basa-basi, pemilik toko mempersilakan masuk. Sejumlah porselen yang biasa dijadikan suvenir, masih berjejer di etalase. Tapi, pemiliknya mengatakan toko tersebut sudah tutup.

Di sepanjang Jl. Braga yang sekitar setengah kilometer itu, ada 120 bangunan. Tapi, hanya beberapa rumah makan dan kantor saja yang buka. ''Dari 120 bangunan, 45 persen di antaranya sudah mati,'' keluh tokoh masyarakat Braga, David B Soediono, Senin (31/12). Sebanyak 55 persen bangunan di Braga, yang sampai saat ini terlihat masih menjalankan aktivitas, dipakai untuk kantor, bank, toko mebel, dan tempat hiburan malam. Jumlah jam bukanya pun semakin irit. Jika terus seperti itu, David memprediksi lama-lama kantor, bank, dan toko-toko itu akan tutup atau hengkang.
Kompleks terkemuka Braga, dulu adalah magnet. Seperti ditulis Haryoto Kunto dalam bukunya Wajah Bandoeng Tempo Doeloe, Braga pernah dijuluki sebagai De Meest Europeesche Winkelstraat Van Indie Kompleks Pertokoan Eropa Paling Terkemuka di Hindia. Elegan dan bergengsi. Sejak dulu Braga ramai sebagai tempat jual-beli gaun-gaun mode terbaru, termasuk keluaran Paris yang sedang in. Toko-toko yang pernah bersaing menggoda para noni Belanda, antara lain, Onderling Belang (OB), Modemagazijn 'Au Bon Marche', Modiste, dan Kleermarker.
Braga juga pernah dijejeri etalase arloji, berlian, sedan, hingga senjata api. Presiden RI pertama, Soekarno, termasuk yang menggandrungi sandang di Braga. Braga juga pernah menjadi tempat makan enak di Bandung. Sejumlah restoran terkenal pernah berdiri di sana. Tapi, semua itu seolah tinggal kenangan. Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung, dinilai seperti tak punya visi dalam menangani Braga. David menilai, sampai saat ini Braga tak jelas akan dijadikan sebagai kawasan apa. ''Seharusnya dibuat spesifik,'' katanya.
Bila memang ingin dijadikan sebagai tempat wisata, David mengatakan mestinya daerah itu ditata untuk menyesuaikan diri. Misalnya, bangunan-bangunan di Braga diarahkan menjadi tempat penjualan cenderamata, tempat hiburan, dan tempat makan-makan. Tapi, sekarang semua tumpang-tindih.
Di tengah ketidakjelasan itu, aktivitas lain yang tidak elegan, berdenyut di Braga. Pada malam hari, Braga berubah menjadi 'kandang ayam'. Banyak perempuan malam yang menjajakan diri di sana. ''Sekarang ada pameo, kalau punya anak cantik dan muda, jangan dibiarkan jalan-jalan ke Braga. Nanti dibeli,'' ujar David yang juga aktivis Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung, ini, kesal.
Malah bikin sepi Sejauh ini, Pemkot Bandung telah melakukan penataan di Braga. Antara lain, pelebaran trotoar pada 2004-2005, menjelang peringatan Konferensi Asia-Afrika 2005. Trotoar itu diisi aneka bunga, tapi wisatawan yang diharapkan, tetap ogah berkunjung. Braga tetap sepi.
Penataan yang menelan miliaran rupiah dana APBD Kota Bandung itu, tak urung menuai kritik pedas. Pasalnya, pelebaran trotoar membuat Braga kehilangan tempat parkir. Padahal, selama ini, mobil-mobil yang mengunjungi Braga biasa parkir di kiri-kanan jalan. Bila tempat parkir tak ada, David menilai, mana mungkin pengunjung akan membludak? Seolah kehabisan akal untuk menghidupkan lagi Braga, pada akhir 2004, Pemkot Bandung mengeluarkan izin pendirian sebuah mal Braga City Walk (BCW). Ongkosnya cukup besar, Pemkot memberi lampu hijau penghancuran toko dan bengkel Mercedes tertua di Hindia, tempat orang-orang Indonesia di masa lalu belajar otomotif.
Tapi, semua ongkos besar itu tak membuat Braga semakin ramai. Braga tetap sepi. Bahkan, Festival Braga ketiga yang digelar 29-31 Desember 2007 lalu, merupakan yang tersepi. Bila dua Festival Braga sebelumnya dihadiri puluhan ribu orang, festival ketiga yang bertema Mabaraga hanya dihadiri ribuan orang. Sudah tamatkah riwayat Braga, atau semua ini hanya karena salah urus?

2 comments:

Emma Kwee mengatakan...

Jalan Braga is, except for the bakeries and antiques, not really much of a shopping Walhalla, and actually becomes more alive when the shops are closed. There are several bars towards the Northern end of the street, with a somewhat shady atmosphere attracting mostly prostitutes and expats and tourists.

If you're up for a less cultural experience, try the North Sea Bar at No. 82 or the Amsterdam café on No. 74. If that isn't loud enough for you, there's also a disco, not too surprisingly called Braga Disco and a Dangdut bar , just off Jalan Braga. So those who come for a trip down memory lane, as well as die hards wanting to booze away some memories, Jalan Braga is the place to go to soak up its somewhat musty colonial history.

Unknown mengatakan...

Kesana Kesini Bigung Cari Bandar Terpercaya Dan Aman.Ayok Daftar Kan Diri Anda.Menang kan Ratusan Juta Hanya Di Sanadomino
~ Bandar Poker
~ BandarQ
~ Poker
~ Domino
~ Capsa Online
~ AduQ
~Sakong
Minimal deposit hanya Rp 20.000
Bonus-Bonus Menarik Yang DI Berikan SanaDomino :
* Bonus Refferal 20% Seumur Hidup
*Bonus Casback 0,3/0,5%
Ayo buruan daftar kan diri anda sekarang juga
Silahkan Klik link di Bawah Untuk Mendaftar :
http://www.sanadomino.com/Register.aspx?ref=lisalu88
Untuk Info Keterangan Lebih Lanjut Silakan Hub :
Cs sanadomino
pin bbm d8effd9f siluman
+855968727425 WA
id line lisacantikbingit
Layanan Tercepat, Proses Deposit & Withdraw Tercepat !!!
Kami Memprioritaskan Kenyamanan Member.
sanadomino

Posting Komentar