Featured Posts

Successful EntrepreneursSuccessful Entrepreneurs Regardless of your definition of success, there are, oddly enough, a great number of common characteristics that are shared by successful...

Readmore

Young EntrepreneurYoung Entrepreneur I write Entrepreneur.com ‘s Young Entrepreneur column because I believe there are far too few resources directly addressing the ...

Readmore

Keys To SuccessKeys To Success Success is everybody’s dream. But what is the key to success? How can you be successful? In my post about defining successful people, I wrote that ...

Readmore

10 Point Ethics Checklist10 Point Ethics Checklist I personally believe that it firmly supports the role of Ethics in a person's long term business success. Read my post on The Speed of Trust - Personal Ethics for a ...

Readmore

Defining EntrepreneurshipDefining Entrepreneurship There has been a great deal of attention paid to the subject of entrepreneurship over the past few years, stemming primarily from the discovery by ...

Readmore

Industri MICE Indonesia

Indonesia identik dengan negara yang penuh dengan bom, sarang teroris, dan lain julukan yang kurang mengenakkan kita sebagai sebuah bangsa. Sehingga banyak negara memberlakukan travel warning, dan itulah salah satu alasan keterpurukan industri pariwisata di Indonesia. Jika kita terus-menerus berkutat dengan mengeploitasi wisatawan dengan tujuan leisure saja, maka akan sulit diharapkan untuk menuai kunjungan wisatawan mancanegara sebagai pendapatan devisa negara. Jenis wisatawan ini sangat rentan terhadap isu-isu politik dan keamanan.

Ironis memang, Indonesia yang merupakan negara dengan beragam kekayaan budaya dan alam, tertinggal dengan negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Singapura, dapat dikatakan hampir tidak mempunyai kekayaan alam, begitu juga Malaysia tidak sekaya alam Indonesia. Bahkan Malaysia dinobatkan sebagai ?The World?s Best Destination? oleh majalah Global Traveler. Disamping itu, karakter orang Indonesia yang senang bepergian ke luar negeri sebagai gaya hidup. Dapat dilihat kunjungan wisatawan dari Indonesia ke Malaysia meningkat tajam dari 621 ribu pada tahun 2003 menjadi 1,22 juta di tahun 2006.

Kita sudah seharusnya melirik kunjungan wisatawan non-leisure, yaitu wisatawan dengan tujuan mengikuti kegiatan MICE (Meeting, Incentive Travel, Convention, and Exhibition). Industri MICE atau dikenal juga dengan meeting industry sudah sangat berkembang di tingkat global. Mengapa ? Pertama, karakteristik wisatawan MICE tidak terlalu terpengaruh pada keputusan untuk bepergian, karena alasan tugas bukan pribadi. Apapun kondisinya karena dibiayai oleh organisasinya, maka harus pergi. Ini sangat berbeda dengan karakteristik wisatawan leisure, yang harus berpikir ulang untuk pergi, karena kondisi keamanan atau bencana. Kedua, wisatawan MICE adalah high level economy, lebih royal membelanjakan (satu wisatawan MICE dapat disamakan dengan 10-15 orang wisatawan leisure). Ketiga, length of stay wisatawan MICE relatif lebih lama. Keempat, dapat menarik sejumlah wisatawan hanya dalam sekali penyelenggaraan event tertentu. Kelima, dampak publisitas bagi suatu event internasional sangat luas, karena liputan media internasional. Hal ini dapat digunakan untuk pencitraan terhadap kepercayaan masyarakat dunia, bahwa Indonesia aman.

Indonesia, negara yang mempunyai beragam destinasi pariwisata berpotensi untuk dikembangkan menjadi daya penarik bagi terselenggaranya kegiatan MICE ini. Dengan diidentifikasikan 10 destinasi MICE, yaitu Jakarta, Bali, Yogyakarta, Medan, Padang/Bukittinggi, Makassar, Bandung, Surabaya, Batam, dan Manado, serta terbentuknya Direktorat MICE di Depbudpar, maka sudah cukup kuat kita melangkah untuk merebut event-event meeting berskala internasional diselenggarakan di Indonesia. Sanggupkah?

Dibandingkan dengan negara-negara tetangga (Singapura/Malaysia/Thailand), ternyata kita masih ketinggalan jauh. Jangankan Singapura, dengan Malaysia-pun kita masih tertinggal. Singapura, menurut data ICCA (International Congress and Convention Association) yang dirilis tahun 2007 (majalah C+MW - Conference + Meeting World, May 2007), menduduki urutan ke 3 pada tahun 2006 sebagai kota penyelenggara meeting di dunia setelah Viena dan Paris, turun dari posisi 2 di tahun 2005. Di Asia-Pasifik Singapura tak tertandingi sebagai urutan pertama. Singapura dalam tahun 2006 menjadi tempat 127 meeting dunia, ini sulit dikejar oleh Indonesia. Thailand menjadi tempat bagi 51 meeting internasional, menduduki urutan ke 5 di Asia-Pasifik. Kita tahu, Thailand adalah negara yang sangat rentan terhadap politik karena seringkali kudeta. Namun tetap dipercaya menyelenggarakan meeting tingkat dunia. Malaysia secara perlahan tapi pasti, ternyata tahun 2006 menduduki urutan ke 23 dengan 91 meeting, dan ini naik dari posisi ke 33 tahun 2005 dengan 52 meeting. Yang menarik adalah ternyata, Kuala Lumpur sebagai kota tempat penyelegara meeting dunia pada tahun 2006 berada pada urutan ke 15 (dengan 63 meeting), naik drastis dari urutan 30 (dengan 38 meeting).

Bagaimana dengan Indonesia ? Kita sudah seharusnya melakukan sinergi dari semua pemangku kepentingan industri MICE ini, baik dari pihak pemerintah sebagai regulator dan fasilitator, dunia usaha, dunia pendidikan dan masyarakat umum. Dari sisi pemerintah diharapkan membuat regulasi yang menunjang kegiatan MICE. Misalnya kemudahan di bidang imigrasi, kepabeanan ataupun investasi. Disamping mempunyai tugas memasarkan destinasi Indonesia di luar negeri, dan membantu perusahaan-perusahaan Indonesia yang ikut bidding di manca negara, serta membuat aturan yang jelas bagi para penyelenggara event (semacam lisensi) bagi yang mengikuti tender event di instansi pemerintah. Kesemuanya sudah seharusnya melakukan koordinasi, bukan hanya menonjolkan ego sektoral.

Bagi dunia usaha tidak perlu untuk ngresula karena kurang didukung pemerintah, mengingat anggaran kita belum memadai. Dan memperkuat barisan untuk menjadi pressure group kepada pemangku regulasi melalui asosiasi (INCCA).

Mengingat kegiatan event di tingkat global semakin banyak, kita harus menyongsong event yang diselenggarakan di Indonesia dengan menyiapkan SDM yang kompeten di bidang MICE, sehingga nantinya SDM bidang ini tidak diisi oleh para ekspatriat. Syukur-syukur jika kita dapat meng-ekspor tenaga ahli di bidang MICE ini, tidak sekedar mengirimkan tenaga kerja level bawah. Why not ?

Jika semua pemangku kepentingan industri MICE bersinergi, bukan mustahil MICE akan menjadi penyelemat bagi sektor pariwsata bahkan perekonomian nasional.


Oleh Heri Setyawan
Staf Pengajar pada Program Studi MICE Politeknik Negeri Jakarta
Trainer pada Pelatihan Peningkatan Pengelolaan Kapasitas Penyelenggaraan MICE di 10 Destinasi (Depbudpar - INCCA)


1 comments:

Vivien mengatakan...

Di Indonesia, apalagi di Jakarta, hampir setiap minggu ada pameran. Ternyata, pameran merupakan salah satu unsur MICE yang bisa mendatangkan banyak devisa loh.

Posting Komentar