Featured Posts

Successful EntrepreneursSuccessful Entrepreneurs Regardless of your definition of success, there are, oddly enough, a great number of common characteristics that are shared by successful...

Readmore

Young EntrepreneurYoung Entrepreneur I write Entrepreneur.com ‘s Young Entrepreneur column because I believe there are far too few resources directly addressing the ...

Readmore

Keys To SuccessKeys To Success Success is everybody’s dream. But what is the key to success? How can you be successful? In my post about defining successful people, I wrote that ...

Readmore

10 Point Ethics Checklist10 Point Ethics Checklist I personally believe that it firmly supports the role of Ethics in a person's long term business success. Read my post on The Speed of Trust - Personal Ethics for a ...

Readmore

Defining EntrepreneurshipDefining Entrepreneurship There has been a great deal of attention paid to the subject of entrepreneurship over the past few years, stemming primarily from the discovery by ...

Readmore

Mewujudkan Mimpi Dengan Konsisten Dan Kreatif

Sebuah kejutan yang menyenangkan ....
Ketika sedang asyik "googling" di internet mencari beberapa referensi untuk rujukan setumpuk pekerjaan sehari-hari, tiba-tiba mata saya tertambat pada tulisan nama saya menyertai judul tulisan di atas yang ditampilkan oleh
Bang Yuhardin - seorang master manajemen dengan sederet gelar akademis lain yang juga pakar dan konsultan IT untuk beberapa instansi pemerintah di Makassar - dalam situsnya yuhardin.scriptintermedia.com.

Malu-malu kucing, diam-diam saya baca lagi tulisan yang saya sendiri sudah lupa siapa yang menulis, kapan ditulis, dan kira-kira waktu itu untuk keperluan apa. Saya sendiri juga tidak tahu alasan apa kira-kira yang telah mendorong beliau untuk mendokumentasikannya. Tapi sungguh, sebagai manusia biasa, saya merasa sangat berterima kasih karena sepotong riwayat hidup saya sudah ikut didokumentasikan oleh seorang ilmuan sekaliber bang Yuhardin dalam situs pribadinya yang sangat bagus, nun jauh di Makassar pula!


Karena itu, walaupun masih malu-malu kucing sama seperti sejak awal tadi, akhirnya saya pikir saya sendiri juga seharusnya ikut mendokumentasikan artikel tentang sekelumit perjalanan hidup saya ini di sini, di blog saya ini. Jika tokh kemudian tidak ada pembaca yang tertarik untuk menyimak - karena boleh jadi tidak terlalu menarik - paling tidak nantinya dapat saya jadikan bacaan untuk diri sendiri. Rasanya cukup "fair" bukan?

Berikut adalah salinannya.

Kecil-kecil jabe rawit. Ungkapan tersebut kiranya dapat menggambarkan sosok Deni Drimawan. Bagaimana tidak, postur tubuhnya tidaklah terlalu tinggi, ukuran badannya pun tidak terlalu besar, tetapi siapa yang menyangka kalau pemilik tubuh kecil itu adalah seorang Direktur Kaminari Production, perusahaan yang bergerak dibidang penyelenggaraan pameran. Bahkan diusianya yang masih terbilang muda, ia juga menjabat sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Dharma Agung Bandung yang terletak di jalan Telaga Bodas No 8-A, Bandung.

Apa yang didapat Deni –begitu beliau bisa disapa- saat ini, memang tidak semudah membalik telapak tangan. Perjalanannya dimulai dari seorang pemandu (guide) turis-turis mancanegara. Sebagai seorang guide, ia bertugas memperkenalkan dunia pariwisata Indonesia, khususnya Jawa Barat. Sambil bekerja, ia mempergunakan waktu untuk belajar dan memahami karakteristik prilaku turis-turis tersebut. Salah satu yang menarik perhatiannya adalah turis Jepang. Menurutnya, orang-orang Jepang adalah orang yang tidak terlalu suka menetap berlama-lama tetapi sangat royal dalam membelanjakan uang. Tiba-tiba saja terpikir olehnya untuk berhenti menjadi guide, dan melanjutkan kuliah ke Jepang.

Tahun 1992, pulang dari Jepang ia memutusakan untuk berdiri di ‘kaki’ sendiri. Bermodalkan pengalaman sebagai guide dan dana seadanya, ia memutuskan membuka travel dengan nama Mondial Travel. Target pasarnya saat itu adalah Jepang karena selain terkenal royal, waktu itu juga dibuka jalur penerbangan baru dari Nagoya-Denpasar. Dengan kekuatan jaringan yang dimilikinya dan kelihaiannya membaca peluang, saat itu usahanya mendatangkan tamu-tamu dari luar negeri ke dalam negeri berhasil. Sayangnya, keberhasilan itu tidak berlasung lama, keberhasilan yang diraihnya ternyata membuat perusahaan-perusahaan travel lain mengikuti jejaknya. Kekuatan modal perusahaan travel-travel besar tersebut, merebut pasar Mondial, Deni pun merasa terdesak, tahun 1994 Mondial yang dirintisnya vakum.

Kegagalan Mondial, ternyata tidak membuat Deni mengurungkan niatnya untuk tetap berdiri di ‘kaki’ sendiri. Ini dibuktikannya dengan beralih terjun ke bisnis penyelenggaraan pameran yang idenya didapat saat ia berjalan-jalan ke Jakarta. “Saat jalan-jalan ke Jakarta, saya melihat ternyata pameran juga bisa diselenggarakan di hotel-hotel, saat itu tergeraklah hati saya untuk membuatnya di Bandung,” kenang suami Fita Fauzia ini.

Lagi-lagi nekat, sesampainya di Bandung ia bersama empat orang temannya di SMP 5, memutuskan untuk menyelenggarakan pameran Bandung Audio Visual di hotel Papandayan Bandung. “Saat itu saya masih sangat awam, bikin proposal saja masih meraba-raba tetapi saya mencobanya,” tutur Deni. Kenyataan ternyata memang tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk kedua kalinya, Deni harus menuai kegagalan, dari 60 stand yang ditawarkannya hanya 6 saja yang terisi, sponsorship pun tidak didapatnya. Harapan untuk mendapatkan keuntungan pupus sudah, ia harus rela kehilangan mobilnya untuk membayar hutang-hutangnya ke pihak hotel dan vendor. Disaat ia membutuhkan dukunganl, teman-teman yang tadinya menjadi mitra kerja, satu persatu pergi meninggalkannya. “Satu-satunya yang membantu saya saat itu adalah Dinas Perisdustrian dan Perdagangan, teman-teman satu persatu meninggalkan saya,” kenangnya.

Konsisten
“Tak ada gading yang tidak retak”. Begitulah Deni memaknai kegagalan-kegagalan yang dialaminya. Walaupun kegagalan tersebut telah mengambil banyak barang-barang yang dimilikinya tetapi ia tetap bertahan untuk mewujudkan mimpinya menjadi seorang entrepreneur. Kali ini, meski gagal dalam menyelenggarakan pameran, ia tidak lagi beralih ke bisnis lain tetapi tetap konsisten bergelut dibidang penyelenggaraan pameran. “Saya tidak ingin lagi menghindar, tetapi saya harus konsisten dan harus belajar dari kesalahan hingga akhirnya bisa sukses,” kata ayah beranak satu ini.

Keputusan yang diambilnya tak salah. Perkenalannya dengan Adung dari Dinas Perindustrian dan Perdagangaan merubah segalanya. Adung, selaku ketua penyelenggaraan pamaren di pemerintahan saat itu, memberi keparcayaan kepadanya untuk menyelenggarakan pameran Pekan Kerajinan Jawa Barat (PKJB) I. Deni bagaikan mendapat durian runtuh, meski belum begitu berpengalaman dalam penyelenggaraan pameran, ia menerima tawaran tersebut. Ia, yakinkan dirinya bahwa ia mampu melaksanakannya. Ia kembali membuat perusahaan penyelenggaraan pameran dengan nama Kaminari Production yang mana dalam bahasa Jepang berarti menari dalam halilintar atau petir karena ia begitu kagum dengan budaya kerja dan perilaku orang Jepang yang menjunjung tinggi negaranya.

Kekaguman itu pun menjadi ‘spirit’ baginya untuk mensukseskan PKJB ini. Kreatifitas, Kemampuan bernegosiasi, dan jaringan yang luas, mampu menghantarkannya meraih kesuksesan pelaksanaan PKJB dan menjadi salah satu orang yang patut diperhitungkan dalam dunia penyelenggaraan pameran. Sejak saat itu, tawaran demi tawaran tak henti-hentinya datang kepada dirinya. Dalam waktu dekat saja, laki-laki yang mengaku sangat berterima kasih atas perhatian dan pengertian yang diberikan oleh keluarganya ini, sedang sibuk mempersiapkan dua penyelenggaraan pameran di kota Bandung dan Bogor.

Kreatifitas dan Pendidikan
Menurut Deni, keinginan untuk memberikan sesuatu kepada orang lain dan tanggung jawab terhadap karyawan membuatnya tetap bertahan dan mengembangkan perusahaannya. Ia pun mulai sibuk dengan membangun jaringan-jaringan baru dan menghabiskan waktu dari kafe ke kafe untuk menjaga relationship dengan pelanggan. “Karena kadang-kadang, deal-deal bisnis lebih banyak terjadi saat suasana non farmal seperti itu,” katanya.

Ketatnya persaingan dibidang penyelenggaraan pameran juga menuntutnya selalu berbenah diri. Salah satu hal dasar yang menjadi perhatiannya adalah kreatifitas karena bagaimana pun, dunia pameran adalah dunia yang menuntut orang untuk mendapatkan sesuatu hal yang baru dan unik. Deni menyakini bahwa ide-ide dan konsep-konsep baru itu tidak bisa datang dengan sendirinya tetapi didapat dengan lebih banyak berjalan dan bergaul dengan lingkungan sekitar. Pemikiran seperti ini lah yang dituangkan pada motto Kaminari yang berbunyi The art of creativity dan ditanamkan kepada semua rekan-rekan kerjanya. Terbukti, lewat proses kreatif, relationship dan perpaduan jiwa kewirausahaan serta kemapuan membaca peluang bisnis yang dimilikinya, tahun 2000 laki-laki kelahiran Bandung, 25 Oktober 1964 ini bisa melebarkan sayap dengan mendirikan STIE Darma Agung Bandung.

Tak jauh berbeda dengan Kaminari, STIE ini pun dibangunanya dari bawah. Bermula dari tiga orang siswa hingga akhirnya berjumlah ratusan orang. Tak ada kendala bagi Deni menjalani bisnis ini, karena dia memang dibesarkan dari keluarga dosen. Perpaduan jiwa seni dan pendidikan yang digelutinya membuatnya melahirkan teori sendiri dalam dunia belajar mengajar yang disebutnya dengan konsep Edutaiment (Pendidikan dan Seni).

Sheena krisnawati, salah seorang mitra kerja Deni di Kaminari, berpendapat bahwa apa yang didapat Deni saat ini tidak terlepas dari kecerdasan dan kelincahan yang ada pada dirinya. “ Untuk wilayah Bandung, Deni terpakailah, karena dia memang cerdas dan juga lincah, ada orang yang cerdas tetapi mereka tidak lincah, nah Deni memiliki ke dua-duanya,” tutur wanita yang telah enam tahun bekerjasama dengan Deni. Sebagai pemimpin ia juga cukup mengayomi dan bertanggung jawab, “Walau kadang-kadang, pemikiran-pemikiran dan ide-idenya sulit dipahami,” sambung Sheena.

Saat tamat kuliah, Deni mengaku hanya membuat surat lamaran kerja sebanyak tujuh lembar saja, karena ia memang telah berkeinginan untuk berdiri di ‘kaki’ sendiri dengan berwirausaha dan ia menyakini keputusan tersebut sebagai pilihan yang tepat. Walau untuk mewujudkan mimpinya, ia harus meninggalkan wilayah amannya. Sekarang, semua pengorbanan itu telah terbayar dengan apa yang didapatnya saat ini dan menjadi tugasnya untuk mempertahankannya. Ibarat kata pepatah bersakit-sakit dahulu, bersenang-senang kemudian.

[Dari Yuhardin - scriptintermedia.com]

1 comments:

Deni mengatakan...

Yth. Bang Yuhardin,
Sekali lagi, terima kasih atas "kehormatan" yang telah diberikan kepada saya.

Sejujurnya saya tidak tahu harus menulis apa lagi, karena di samping terlanjur merasa senang dan berterima kasih, saya juga sangat terkagum-kagum pada keseriusan bang Yuhardin menekuni ilmu. Sesuatu yang juga sangat saya sukai.

Semoga kontak kita ini dapat memulai hubungan silaturahmi yang baik sampai di kemudian hari.

Jabat erat dari saya,
Deni.

Posting Komentar